Archive for the 'Hukum Perdata' Category

21
Okt
09

BAGAIMANA HUKUM NASIONAL MENGATUR TENTANG POLIGAMI DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN

Beberapa hari ini saya membaca dan memperhatikan berita di media bahwa saat ini sedang berkembang suatu perkumpulan poligami, entah apa namanya saya lupa. Saya jadi geli sendiri, sekarang hal-hal semacam ini bukan sesuatu yang aneh lagi untuk dipertontonkan di depan publik. Sebenarnya kelompok-kelompok sosial tertentu yang mengekspos organisasinya untuk menyebarkan gagasannya atau memperluas jaringannya adalah persoalan biasa, tidak ada yang luar biasa. Namun saya tertarik dengan fenomena ini karena bersinggungan dengan soal hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia yakni Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Hukum perkawinan kita menganut asas monogami yang artinya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, begitupun sebaliknya seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

Nah, kemudian problem-problem sosial yang merupakan kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat, dimana ada potensi bahwa seorang laki-laki menginginkan memiliki isteri lebih dari seorang, dicoba untuk diatur oleh hukum kita. Diberikan suatu batasan-batasan yang membuat laki-laki tidak bisa seenak perutnya mencari isteri lagi.

Apa tujuan pengaturan itu? Saya pikir salah satu tujuan yang paling penting adalah untuk menghargai, menghormati dan melindungi kaum perempuan. Laki-laki sudah merasa sangat dominan dewasa ini dan tidak jarang mencari-cari jalan untuk memunculkan suasana yang membuat kaum perempuan tertekan dalam menjaga cintanya. Inilah salah satu alasan yang membuat kaum perempuan melakukan perlawanan-perlawanan untuk bisa memperoleh kesetaraan dalam menjalani kehidupan dalam rumah tangga, masyarakat dan bernegara.

Saya sampai saat ini belum pernah mendengar ada perempuan yang mengutarakan keinginannya untuk memiliki dua orang suami atau lebih, suatu saat nanti mungkin? siapa tau? (mungkin anda pernah dengar? kita bisa bagi-bagi cerita nanti) karena itulah mustinya laki-laki harus lebih tau diri.

Sebelum saya mulai ngelantur, saya ingin berbagi informasi tentang bagaimana negara kita mengatur tentang poligami ini, (dalam konteks seorang suami ingin beristeri lebih dari seorang)

Pengadilan bisa memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, ini dasarnya. Tetapi keinginan itu harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, syarat-syarat itu adalah :

1. Adanya keadaan bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri
2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan
4. Adanya persetujuan dari isteri baik secara tertulis dan lisan yang diucapkan di depan sidang pengadilan
5. Suami harus mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak yang dibuktikan dengan surat keterangan penghasilan, surat keterangan pajak penghasilan atau surat-surat lain yang bisa membuktikan mengenai kemampuan keuangan suami
6. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu (bisa pernyataan atau perjanjian tertulis)

Sebelum ada izin dari pengadilan, pegawai pencatatan perkawinan dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang.

Yang paling penting dari semua syarat di atas itu adalah, “izin dari isteri”. Walaupun isteri mengalami keadaan-keadaan yang sangat sulit seperti diuraikan di atas itu, maka sudah kewajiban suami selalu setia menemaninya, membantunya, mencintainya sampai maut memisahkan mereka, perkawinan adalah sebuah ikatan yang suci, tidak selayaknya diperlakukan seperti melakukan kesepakatan jual beli mobil atau sewa rumah.

Mungkin di masa sekarang ini banyak perempuan yang sengaja menenggelamkan dirinya dalam “perjanjian pembagian cinta” untuk keuntungan pribadinya, namun yang menyedihkan adalah, sebagian dari mereka memendam sakit hatinya sampai mati karena harus berbagi cinta dalam keadaan tak berdaya, tidak mampu melawan karena terperangkap dalam keadaan yang diciptakan sedemikian rupa dan membuat dirinya lemah.

Jadi kesimpulannya, hukum nasional kita sudah cukup melindungi perempuan jika terjadi masalah-masalah terkait dengan perkawinan ini. Meskipun laki-laki punya 1001 macam cara untuk membujuk isterinya agar mengizinkannya kawin lagi, bahkan bila perlu bawa-bawa nama Tuhan segala, tapi kuncinya tetap ditangan perempuan.

Tulisan ini adalah bentuk penghargaan bagi perjalanan sejarah bangsa kita dan untuk siapa saja yang sampai saat ini sudah berusaha keluar dari perilaku-perilaku yang merendahkan dirinya sendiri

Waingapu, 21 Oktober 2009